MAKALAH BERKOMPETISI DALAM ISLAM

BERKOMPETISI DALAM KEBAIKAN
Pengertian Berkompetisi
Kompetisi adalah kata kerja intransitive yang berarti tidak membutuhkan objek sebagai korban kecuali ditambah dengan pasangan kata lain seperti against (melawan), over (atas), atau with (dengan). Tambahan itu pilihan hidup dan bisa disesuaikan dengan kepentingan keadaan menurut versi tertentu.
Menurut Deaux, Dane dan Wrightsman (1993), kompetisi adalah aktivitas mencapai tujuan dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu atau kelompok memilih untuk bekerja sama atau berkompetisi tergantung dari struktur reward dalam suatu situasi.
Menurut Chaplin (1999), kompetisi adalah saling mengatasi dan berjuang antara dua individu, atau antara beberapa kelompok untuk memperebutkan objek yang sama.
Pengertian Kebaikan
Secara umum kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi tujuan manusia. Tingkah laku manusia adalah baik dan benar, jika tingkah laku tersebut menuju kesempuranan manusia. Kebaikan disebut nilai(value), apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi kebaikan yang konkrit.Manusia menentukan tingkah lakunya untuk tujuan dan memilih jalanyang ditempuh. Pertama kali yang timbul dalam jiwa adalah tujuan itu, dalampelaksanaanya yang pertama diperlukan adalah jalan-jalan itu. Jalan yangditempuh mendapatkan nilai dari tujuan akhir.Manusia harus mempunyai tujuan akhir untuk arah hidupnya.
Tujuan harus ada, supaya manusia dapat menentukan tindakan pertama. Jika tidak,manusia akan hidup secara serampangan. Tetapi bisa juga orang mengatakanhidup secara serampangan menjadi tujuan hidupnya.Akan tetapi dengan begitu manusia tidak akan sampai kepada kesempurnaan kebaikan selaras dengan derajat manusia.Untuk setiap manusia, hanya terdapat satu tujuan akhir. Seluruh manusiamempunyai sifat serupa dalam usaha hidupnya, yaitu menuntut kesempurnaan.Tujuan akhir selamanya merupakan kebaikan tertinggi, baik manusia itu mencarinya dengan kesenangan atau tidak.
Tingkah laku atau perbuatan menjadi baik dalam arti akhlak, apabila membimbing manusia ke arah tujuan akhir, yaitu dengan melakukan perbuatan yang membuatnya baik sebagai manusia
Berdasarkan norma susila, kebaikan atau keburukan perbuatan manusiadapat dipandang melalui beberapa cara, yaitu :
a)          Objektif, keadaan perseorangan tidak dipandang.
b)          Subjektif, keadaan perseorangan diperhitungkan.
c)          Batiniah, berasal dari dalam perbuatan sendiri (kebatinan, intrinsic)
d)         Lahiriah, berasal dari perintah atau larangan Hukum Positif (ekstrinsik)Perbuatan yang sendirinya jahat tidak dapat menjadi baik atau netralkarena alasan atau keadaan. Biarpun mungkin taraf keburukannya dapat berubahsedikit sedikit, orang tidak boleh berbuat jahat untuk mencapai kebaikan.Perbuatan yang baik, tumbuh dalam kebaikannya, karena kebaikan alasandan keadaannya. Suatu alasan atau keadaan yang jahat sekali, telah cukup untuk menjahatkan perbuatan. Kalau kejahatan itu sedikit, maka kebaikan perbuatanhanya akan dikurangi.Perbuatan netral memproleh kesusilaannya, karena alasan dan keadaannya.Jika ada beberapa keadaan, baik dan jahat, sedang perbuatan itu sendiri ada baik atau netral dipergunakan.
Bagaimana Berkompetisi Dalam Kebaikan
Dari Abdullah bin Amr bin Ash RA, dari Rasulullah SAW bersabda, "Apabila ditundukkan bangsa Persia dan Romawi bagi kalian, maka kalian akan menjadi kaum seperti apa?" Abdurrahman bin Auf RA menjawab, "Kami akan mengatakan seperti apa yang diperintahkan Allah."
Imam Nawawi dalam Shahih Muslim bi Syarhi'n Nawawi, XVIII/96, menjelaskan maksudnya, “Kami akan memuji-Nya, mensyukuri-Nya, dan memohon kepada-Nya tambahan karunia-Nya.”
Rasulullah SAW bersabda, "Atau (jangan-jangan) tidak seperti itu. Kalian (nanti) malah saling berkompetisi (dalam memperebutkan 'kue' kemenangan itu), kemudian (menjadikan) kalian saling hasud, saling membelakangi (tidak menyapa), dan akhirnya saling membenci, atau yang semisal itu." (HR Muslim No 2962).
Melalui hadis ini, Nabi SAW telah mewanti-wanti para sahabatnya dan umatnya agar berhati-hati dalam berkompetisi memperebutkan urusan duniawi; jabatan, pangkat, bisnis, gelar, proyek, dan lainnya.
Pada dasarnya, kompetisi merupakan naluri setiap insan. Ia bisa menjadi energi positif bagi seseorang dalam mencapai suatu tujuan. Namun, bisa juga menjadi energi negatif. Keduanya sama-sama memerlukan badzlu al-juhud, pengerahan segenap kemampuan, potensi, waktu, pikiran, dan tenaga guna meraih kesuksesan. Hal yang membedakan di antara keduanya adalah niat dan motivasi yang menggerakkan seseorang untuk berkompetisi.
Untuk itu, perlu diperhatikan tiga pedoman kompetisi berikut. Pertama, dipastikan bahwa kompetisi yang kita jalani adalah kompetisi dalam kebaikan. Dan, berkompetisi dalam hal ini adalah sesuatu yang mulia dan berpahala, bahkan merupakan mathlab syar'i (tuntutan syar'i).
"Berkompetisilah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga." (QS Ali Imran [3]: 133, al-Hadid [57]: 21). Lihat juga QS al-Muthaffifin [83]: 26 dan al-Baqarah [2]: 148.
Kedua, meluruskan niat dan motivasi. Sebab, sesuatu yang mulia jika tidak diiringi dengan niat dan motivasi yang baik, bisa menjadi prahara bagi pelakunya di akhirat. Seperti disebutkan dalam hadis Nabi SAW tentang tiga orang yang pertama kali diadili dan dieksekusi di neraka. Padahal, ketika di dunia mereka dikenal masyarakat luas sebagai orang yang baik karena mereka ahli jihad, rajin menuntut ilmu, dan membaca Alquran serta dermawan. (Lihat HR Muslim No 1905). Ini disebabkan oleh niatnya yang salah.
Ketiga, wasilah (sarana dan cara) yang digunakan dalam kompetisi hendaknya tidak melanggar aturan syar'i. Seperti dengan menyebar fitnah, character assasination (pembunuhan karakter), kampanye hitam, dusta, sampai menggunakan dana haram.
Sejarah mencatat dengan tinta emas bahwa para sahabat Nabi menjadi generasi terbaik dan mampu mengubah dunia bersama Nabi SAW karena mereka biasa berkompetisi dalam banyak hal dengan memperhatikan rambu-rambu dengan benar.
Misalnya, kompetisi Umar bin Khattab RA dengan Abu Bakar RA dalam bersedekah (HR Tirmidzi dan Abu Dawud). Untuk mengambil pedang dari Nabi SAW menjelang Perang Uhud pada tahun ke-3 Hijriah, Abu Dujanah RA berkompetisi bersama para sahabat dengan cara yang elegan dan tidak kasar (HR Muslim No 2470). Begitu pula dengan sahabat lainnya.
Kesimpulan
Berkompetisi merupakan naluri tiap manusia yg normal. Bahkan naluri berkompetisi tak saja terdapat pada manusia tetapi dimiliki juga oleh binatang.
Hakekat kompetisi dalam semua jenis-nya hampir sama baik dalam sarana ‘yakni dgn menguras segenap kemampuan dan tenaga’ dan tujuannya ‘yaitu keluar sebagai pemenang’. Tetapi motivasi yg menggerakkan seseorang berkompetisi dalam arti tujuan akhir terkadang berbeda.
Berkompetisi merupakan hal mulia jika dilakukan dalam hal kebaikan. Dan di dunia ini teramat banyak bentuk kebaikan yg bisa dijadikan utk medan kompetisi. Kompetisi dalam kebaikan adl kompetisi yg diniati hanya krn Allah semata. Dan niat itu pulalah yg membedakan antara kompetisi yg mulia dan yg bukan. Bahkan meski medan kompetisinya merupakan amal kebaikan.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MAKALAH BERKOMPETISI DALAM ISLAM"

Post a Comment

/* script Youtube Responsive */