MAKALAH ULUMUL HADIST HADIST, SUNAH, KHOBAR, ATSAR DAN UNSUR-UNSUR HADIST


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

 Ulumul Hadis adalah ilmu yang mengantar umat islam untuk memahami kajian hadis dengan mudah dan benar. Artinya seseorang tidak akan bisa memahami dan permasalahannya secara benar tanpa mengetahui Ulumul Hadis terlebih dahulu. Ibarat seseorang menaiki loteng dengan aman tanpa melalui tangga”. Kalau kita cermati lebih mendalam betapa sombongnya kita mengutarakan sebuah hadis dengan tanpa kita mengetahui kebenaran hadis tersebut. Sungguh ironis jika kalau umat islam khususnya kita sebagai pelajar. Maka dengan materi Ulumul Hadis sangatlah efisien membantu kita dalam memahami kebenaran sebuah hadis.

Maka dengan ini sebelum kita menginjak pada pelajaran inti kami sebagai penulis akan mengulas apa itu hadis, sunah, khabar, dan atsar. Pembahasan ini sebagai pemula dalam mata kuliah Umul hadis. Kami sebagai penulis sebelumnya minta maaf jika pada pembahasan kami terdapat kekeliruan yang kami sengaja maupun yang tidak sengaja, karna kami hanyalah manusia yang lemah. Dan semoga makalah ini dapat diterima oleh semua mahasiswa dan Dosen pengampu, dan bermanfaat di kemudian hari.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hadis ?
2. Apa yang dimaksud dengan Sunah ?
3. Apa yang dimaksud dengan Khobar ?
4. Apa yang dimaksud dengan Atsar?
5. Apa sajakah yang termasuk unsur-unsur Hadist ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hadis, Sunah, Khabar, Atsar
1.   Hadist
Secara etimonologi.kata”Hadis” berasal dari asal kata :
حَدَثَ - يَحْدِثُ حُدُوْثًا وحَدَاثَةً
Hadis dari akar asal kata memiliki beberapa makna,di antaranya :
a.        الجِدَّة  (al-jiddah :baru),dalam arti sesuatu yang ada setelah tidak ada atau sesuatu yang setelah tidak ada, lawan dari kata Al-Qadim:terdahulu, misalnya: العِلم حَدِيْثِ/حَادِثٌ   Alam baru. Alam maksudnya segala sesuatu selain allah. Baru berarti di ciptakan setelah tidak ada. Makna etimologi ini mempunyai konteks teologis, bahwa segala kalam selain kalam Allah bersifat hadis (baru), sedangkan kalam Allah bersifat qadim (terdahulu).
b.      الطَّريُّ (Ath-Thari: lunak, lembut dan baru). Misalnya: pemuda laki-laki. Ibnu Faris mengatakan bahwa hadis dari kata ini karena berita atau kalam itu datang secara silih berganti, bagaikan perkembangan usia yang silih berganti dari masa ke masa.
c.       الخَبَرُ والْكلاَمُ (al-khabar : berita, pembicaraan dan perkataan), oleh karena itu ungkapan pemberitaan hadis yang di ungkapkan oleh para perawi yang menyampaikan periwayatan jika bersambung sanadnya selalu menggunakan ungkapanya: حَدَثَنَا memberitakan kepada kami, atau sesamanya seperti mengkhabarkan kepada kami, dan menceritakan kepada kami. Hadis di sini diartikan sama dengan al-khabar dan An-Naba’. Dalam Al-qur’an banyak sekali kata hadist disebutkan dalam AL-qur’an kurang lebih mencapai 27 tempat termasuk dalam jama’.
Sedangkan secara terminologi bahwa hadis adalah segala sesuatu yang bersumber dari nabi SAW baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum dan ketentuan – ketentuan Allah yang disyaratkan kepada manusia[1].
Dalam hadis ada baberapa pembagian diantaranya hadis qouli, hadis fi’li, dan hadis taqriri.
1)      Hadits Qauli adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW yang berupa perkataan ataupun ucapan yang berkaitan dengan aqidah, syariah dan akhlak.[2]
Contoh, hadits tentang bacaan Al-Fatihah dalam Shalat:
لاصلاة لمن لم يقرأ بام الكتاب
Artinya: “Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca Ummul Qur’an.
2)      Hadits Fi’li adalah hadits yang menyebutkan perbuatan Nabi Muhammad SAW yang sampai kepada kita, seperti hadits tentang sholat dan haji.
Contoh hadits fi’li tentang sholat adalah sabda Nabi SAW yang berbunyi:
صلوا كما رايتمونى اصلى (رواه البخارى ومسلم)
Artinya: ” Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat “. (HR.Bukhori dan Muslim).
3)      Hadits Taqriri yaitu penetapan atau penilaian Rasulullah SAW terhadap apa yang diucapkan atau dilakukan para sahabat yang perkataan atau perbuatan mereka diakui dan dibenarkan oleh Nabi SAW.
    
Contoh :
4)      كنا نصلى ركعتين بعد غروب الشمس وكان رسول الله صلعم يزانا ولم يأمرنا ولم ينهنا (رواه مسلم)
Artinya: ” Kami (para sahabat) melakukan shalat dua rakaat sesudah terbenam matahari (sebelum shalat magrib). Rasulullah SAW terdiam ketika melihat apa yang kami lakukan, beliau tidak menyuruh dan tidak pula melarang kami“. (HR. Muslim)[3]
2.   Sunnah
Sunah menurut bahasa banyak artinya diantaranya : السيرة المتبعة = suatu perjalanan yang diikuti, baik dinilai perjalanan baik atau perjalanan buruk. Makna sunah lain diartikan العادة المستمرة yaitu tradisi yang kontinu.
Sedangkan sunnah menurut istilah terjadi pendapat pada kalangan ulama:
a. Menurut ulama’ ahli hadis (muhaditsin)
Sunah sinonim Hadist sama dengan definisi hadist diatas. Diantara ulama’ ada yang mendifinisikan dengan ungkapan yang singkat yaitu segala perkataan Nabi, perbuatannya, dan tingkah lakunya baik sebelum beliau diangkat menjadi rasul maupun setelah beliau diangkat menjadi rasul.[4]
b. Menutrut ulama’ ushul fiqih.
Segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi baik yang bukan Al-Qur’an baik berupa segala perkataan, perbuatan, dan pengakuan yang patut dijadikan dasar hukum islam.
Sunnah menurut ulama ushul fikih hanya perbuatan yang dapat di jadikan dasar hukum islam. Jika perbuatan nabi tidak di jadikan dasar hukum seperti makan, minum, tidur, berjalan, meluda, menelan ludah, buang air, dan lain-lain maka pekerjaan biasa sehari-hari tersebut tidak di namakan sunnah.
3. Menurut ulama fikih (fuqaha):               
مَا ثَبَتَ غَنِ النَّبِى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ مِنْ غَيْرِافْتِرَاضِ وَلاَ وُجُوْبِ فَهِيَ عِندَهُمْ صِفَةٌُ شَرْعِيَةٌ لِلْفِعْلِ الْمَطْلُبِ طَلَباََ غَيْرِ جَازِمٍ وَلاَ يُعَا قَبُ عَلى تَرْكِهِ
Sesuatu ketetapan yang datang dari Rasulullahdan tidak termasuk dari kategori fardlu dan wajib,maka ia menurut mereka adalah sifat syara’ yang menuntut pekerjaan tapi tidak wajib dan tidak di siksa bagi yg meninggalkanya.
Menurut uluma fikih, sunnah di lihat dari segi hukum sesuatu yang datang dari nabi tetapi hukumya tidak wajib, diberi pahala yang bagi yang mengerjakanya dan tidak di siksa bagi yang meninggalkanya.
Contoh seperti shalat sunnah, puasa sunnah, dan lain-lain.
3.   Khabar
Khabar menurut bahasa khabar diartikan النَّبَ  yang artinya berita.[5]Dari segi istilah muhaddistsin khabar identik dengan hadist, yaitu segala sesuatu yang disandarakan kepada Nabi (baik secara marfu’, mawquf, dan maqthu;) baik berupa perkataan, perbuaatan, persetujuan, dan sifat. Para ulama’ memberikan definisi “suatu yang datang dari Nabi dan dari yang lain seperti para sahabat, tabi’in dan pengikut tabi’in atau orang-orang setelahnya.
Mayoritas ulama melihat hadis lebih lebih khusus yang datang langsung dari Nabi, sedangkan khabar sesuatu yang datang dari padanya dan dari yang lain,[6]termasuk berita-berita umat dahulu, para nabi dan lain-lain. Misalnya Nabi isa berkata:...... Nabi Ibrahim berkata: ........ dll., termasuk khabar bukan hadis. Bahkan pergaulan bukan diantara sesama kita sering terjadi menanyakan kabar. Apa kabar? Dengan demikian khabar lebih umum dari pada hadist dan dapat dikatakan bahwa setiap hadis adalah khabar dan tidak sebaliknya khabar tidak mesti hadis.
4.   Atsar
Dari segi bahasa atsar diartikan البَقِيَّةُ أَوْ بَقِيَةُ الشَئٍ yang berarti peninggalan atau bekas sesuatu,[7]maksudnya peninggalan atau bekas Nabi karena hadis itu peninggalan beliau, atau diartikan dengan المَنْقُوْلُ yang dipindahkan oleh Nabi.
Menurut istilah ada dua pendapat, pertama atsar merupakan sinonim hadis, kedua atsar merupakan suatu yang disandarkan kepada para sahabat (mawquf) dan tabi’in (maqthu’) baik perkataan mapun perbuatan.
Sesuatu yang didasarkan pada sahabat disebut berita mawquf dan sesuatu yang datang dari tabi’in disebut berita maqthu’. Menurut ahli hadist atsar adalah suatu yang sandarkan kepada Nabi (ma’ruf) para sahabat (mawquf), dan para ulama salaf. Sementara Fuqoha’ Khurrasan membedakan atsar adalah berita mawqof sedangkan khabar adalah berita marfu’.[8]Dengan demikian atsar lebih umum dari pada khabar, karena atsar adakalanya berita yang datang dari Nabi atau dari yang lain, sedangkan khabar datangnya dari Nabi dan Sahabat.
B. Unsur-unsur Hadis
1.   Sanad
Secara bahasa, sanad berasal dari kata سند yang berarti انضمام الشيئ الى الشيئ (penggabungan sesuatu ke sesuatu yang lain)[9], karena di dalamnya tersusun banyak nama yang tergabung dalam satu rentetan jalan. Bisa juga berarti المعتمد(pegangan). Dinamakan demikian karena hadis merupakan sesuatu yang menjadi sandaran dan pegangan.[10]
Sementara termenologi, sanad adalah jalan yang dapat menghubungkan matan hadis sampai kepada Nabi Muhammad saw. Dengan kata lain, sanad adalah rentetan perawi-perawi (beberapa orang) yang sampai kepada matan hadis.[11]
Berikut adalah contoh sanad:
حدثنا الحميدي عبد الله بن الزبير قال حدثنا سفيان قال حدثنا يحيى بن سعيد الأنصاري قال أخبرني محمد بن إبراهيم التيمي أنه سمع علقمة بن وقاص الليثي يقول سمعت عمر بن الخطاب رضي الله عنه على المنبر قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول
“Al-Humaidi ibn al-Zubair telah menceritakan kepada kami seraya berkata Sufyan telah menceritakan kepada kami seraya berkata Yahya ibn Sa’id al-Ansari telah menceritakan kepada kami seraya berkata Muhammad ibn Ibrahim al-Taimi telah memberitakan kepada saya bahwa dia mendengar ‘Alqamah ibn Waqqas al-Laisi berkata “saya mendengar Umar ibn al-Khattab ra berkata di atas mimbar “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda…
2.    Matan
Matan, berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari huruf م- ت- نMatan memiliki makna “punggung jalan” atau bagian tanah yang keras dan menonjol ke atas.[12]  Apabila dirangkai menjadi kalimat matn al-hads maka defenisinya adalah:
ألفاظ الحديث التى تتقوم بها المعانى
“Kata-kata hadis yang dengannya terbentuk makna-makna”.[13]
Dapat juga diartikan sebagai ما ينتهى إليه السند من الكل (Apa yang berhenti dari sanad berupa perkataan).[14]Adapun matan hadis itu terdiri dari dua elemen yaitu teks atau lafal dan makna (konsep), sehingga unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh suatu matan hadis yang sahih yaitu terhindar dari syaz dan ’illat.
Contohnya:
إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرىء ما نوى فمن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها أو إلى امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر…
“Amal-amal perbuatan itu hanya tergantung niatnya dan setipa orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrah karena untuk mendapatkan dunia atau karena perempuan yang akan dinikahinya maka hijrahnya (akan mendapatkan) sesuai dengan tujuan hijrahnya…
3.    Rawi
Kata perawi atau al-rawi dalam bahasa Arab dari kata riwayat yang berarti memindahkan atau menukilkan, yakni memindahkan suatu berita dari seseoarang kepada orang lain.[15]Dalam istilah hadis, al-rawi adalah orang yang meriwayatkan hadis dari seorang guru kepada orang lain yang tercantum dalam buku hadis.[16]
Memindahkan hadis dari seorang guru kepada orang lain lalu membukukannya dalam kitab disebut mukharrij. Oleh sebab itu, semua perawi hadis yang membukukan hadis yang diriwayatkannya disebut mukharrijseperti para penyusun al-kutub al-tis’ah (kitab sembilan). contoh:    رواه البخارى  
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

1. Hadis adalah segala sesuatu perkataan, perbuatan, persetujuan Nabi Muhammad SAW yang dijadikan dasar hukum Islam setelah Al-Qur’an.
2. Setelah kita cermati dan kita pahami istilah sunah, khabar, dan atsar merupakan sinonim dari hadis. .
3. Sunah menurut bahasa banyak artinya diantaranya السيرة المتبعة = suatu perjalanan yang diikuti, baik dinilai perjalanan baik atau perjalanan buruk. Makna sunah lain diartikan العادة المستمرة yaitu tradisi yang kontinu
4. Khobar menurut bahasa khabar diartikanالنَّبَأ  yang artinya berita. Dari segi istilah muhaddistsin khabar identik dengan hadist, yaitu segala sesuatu yang disandarakan kepada Nabi (baik secara marfu’, mawquf, dan maqthu;) baik berupa perkataan, perbuaatan, persetujuan, dan sifat. Para ulama’ memberikan definisi“suatu yang datang dari Nabi dan dari yang lain seperti para sahabat, tabi’in dan pengikut tabi’in atau orang-orang setelahnya.
5. Dari segi bahasa atsar diartikan البَقِيَّةُ أَوْ بَقِيَةُ الشَئٍ yang berarti peninggalan atau bekas sesuatu, maksudnya peninggalan atau bekas Nabi karena hadis itu peninggalan beliau, atau diartikan dengan المَنْقُوْلُ yang dipindahkan oleh Nabi. Menurut istilah ada dua pendapat, pertama atsar merupakan sinonim hadis, kedua atsar merupakan suatu yang disandarkan kepada para sahabat (mawquf) dan tabi’in (maqthu’) baik perkataan mapun perbuatan.




B. Penutup
Rasa syukur Alhamdulillah tidak akan berhenti kami ucapkan karna nikmat, serta hidayah-Nya yg dilimpahkan kepada kami, sehingga makalah ini dapat kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah. Dan kami ucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu kita baik dari material maupun fikiran sehingga makalah ini tersusun meskipun tidak sempurna.
Demikian makalah ini kami susun semoga bisa dijadikan acuan pembelajaran kita pada semester II. Dan kurang lebihnya kami mohon maaf.














DAFTAR PUSTAKA

Khon, Abdul Majid. Ulumul hadis. Jakarta: Bumi aksara,2009
Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta PT Raja Grafindo, 2011)
Idri,Studi Hadis, (Jakarta Kencana, 2010)
Mifdhol Abdurrahman, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta Pustaka Al-Kautsar, 2005)
Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadis (Malang UIN Maliki Pres, 2010)
Agus Solahudin & Agus Suyadi, Ulumul Hadis(Bandung Pustaka Setia, 2008)


[1] Munzier Suparta,Ilmu Hadist, (Jakarta:PT Raja Grafindo,2011) hal.4
[2]Agus Solahudin & Agus Suyadi, Ulumul Hadis (Bandung Pustaka Setia, 2008)hal21
[3] Agus Solahudin & Agus Suyadi, Ulumul Hadis (Bandung Pustaka Setia, 2008)hal.22
[4]Ibid. Hal7
[5]Agus Solahudin & Agus Suyadi, Ulumul Hadis (Bandung Pustaka Setia, 2008)hal.19
[6]ibid
[7]Agus Solahudin & Agus Suyadi, Ulumul Hadis (Bandung Pustaka Setia, 2008)hal.17
[8]Munzier Suparta, Ilmu Hadis(Jakarta PT Raja Grafindo, 2011) hal.16
[9] Abu Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya, Op.Cit,  vol. III, hal. 76.
[10] Mahmud al-Tahhan, Taisir Mustalah al-Hadis, (Cet. VIII; al-Riyad}: Maktabah al-Ma’a>rif, 1407 H./1987 M.), h. 16.
[11]Mahmud al-Thahhan, Op.Cit, hal. 16.
[12]Ibn Mandzur, Lisan al-Arab (Dar Lisan al-Arab, Beirut, tt), h. 434-435.
[13] Al-Damini, Maqayis Naqd Mutun  al-Sunnah, Riyadh: Jami’ah Ibn Sa’ud, 1984, h. 50
[14] Ibn Shalah, Ulum al-Hadits, al-Maktabah al-Ilmiyyah: Madinah al-Munawwarah, 1972, h. 18.
[15] Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis (Cet. II; Jakarta: PT Bumi Aksara, 2002), h. 207
[16] H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (cet. I; Jakarta: Amzah, 2008), h. 104.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MAKALAH ULUMUL HADIST HADIST, SUNAH, KHOBAR, ATSAR DAN UNSUR-UNSUR HADIST"

Post a Comment

/* script Youtube Responsive */