Makalah Jarimah Zina dan Jarimah Qadzaf

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr. Wb
Islam adalah agama yang sempurna yang diturunkan oleh Alah kepada umatnya. Dimana setiuap pemasalahan kehidupan telah diatur dalam alquran dan sunnahnya. Sehingga setiap permasalahan yang timbul kita dapat berpegang kepada kedua sumber hukum tersebut.
Oleh karenanya, pemakalah mencoba menyajikan sebuah pembahasan yang sangat menarik untuk diperbincangkan yaitu “ Jariamah Zina Dan Jarimh Qazaf“.
Makalah ini juga berupaya menyajikan bahasan yang lengkap dan terstruktur, agar mudah dipahami oleh para pembaca, sehingga makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu ataupun informasi bagi para pembaca.
Akhirnya, tiada kata yang patut disampaikan sebagai penutup kecuali permintaan maaf dan permohonan kritik dan saran kepada semua para pembaca. Sekaligus ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang  telah ikut serta membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

                                                                                    Banda aceh,
Penulis…………………….............


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan bermasyarakat pada saat ini banyak sekali kita temukan hal hal yang melanggar aturan agama, dmana mereka melakukan suatu perbuatan tampa memikirkan apa akibat dan dosa yang akan mereka dapatkan dengan perbuatan mereka itu.
Perbuatan dosa yang pada saat era globalisasi saat ini yang sering terjadi adalah Zina, dimana perbuatan ini dilakukan oleh orang yang tidak memiliki hubungan perkawinan yang sah dan hanya menuruti kehendak  hawa nafsu dan kenikmatan seasaat. Perbuatan ini terjadi disebabkan karena lemahnya iman dan kurangnya pengetahuan akan agama, serta kurangnya kontrol dari orang tua terhadap anak anak mereka sehingga anak anak itu berbuat sesuatu yang melanggar aturan agama.
Perbuatan yang paling dibenci dan seringjuga dilakukan oleh masyarakat yaitu Qazaf atau fitnah. Dimana  perbuatan ini sesorang menuduh seseorang melakukan perbuatan zina tampa adanya bukti yang kuat.

B.     Rumusan Masalah
Pada kesempatan kali ini pemakalah akan membahas tentang
ü        Jarimah Zina
ü        Jarimah Qazaf

C.     Tujuan
                        Makalah ini ditulis bertujuan untuk menambah ilmu pengetahuan penulis dan pembaca sekalian karena dengan makalah ini kita dapat mengetahui apa yang sebelumnya tidak diketahuii.



BAB II
PEMBAHASAN

A. JARIMAH ZINA
1.      Pengertian dan Unsur unsur Zina
Zina  berarti hubungan kelamin antara seorang laki laki dengan seorang perempuan tampa ikatan perkawinan.Tidak masalah apakah salah satu pihak atau keduanya telah memiliki pasangan hidupnya masing masing ataupun belum menikah sama sekali. Selain itu zina juga berarti  setiab persetubuhan yang terjadi bukan karena persetubuhan yang sah, bukan karena syubhat, dan bukan pula karena karena kepemilikan (budak).
Menurut Fuqaha sepakat bahwa yang dinamakan dengan zina adalah setiap persetubuhan yang diharamkan adalah zina. Dan ada pendapat yang lain mengemukakan :
1.      Menurut Zhahitiyah
Zina adalah me-wathi’ orang yang tidak halal untuk dilihat dan ia tahu akan keharamannya.
2.      Menurut Imamiyah
Zina adalah masuknya kepala penis terhadap farj perempuan yang haram baik melalui depan(vagina) atau belakang (anus) tidak terikat akad nikah, bukan miliknya, dan tidak ada syubhat.
Sedangkan pengertian zina menurut para imam Mazhab adalah:
Ø  Malikiyah
               Zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh seorang mukallaf terhadap farji manusia (wanita) yang bukan miliknya secra disepakati dengan kesengajaan.
Ø  Hanafiyah
                  Zina adalah nama bagi persetubuhan yang haram dan qubul (kemaluan) seorang perempuan yang masih hidup dalam keadaan ikhtiyar (tampa paksaan) didalam negeri yang adil yang dilakukan oleh orang orang kepadanya berlaku hukum islam, dan wanita itu bukan miliknya dan tidak ada syubhat dalam miliknya.
Ø  Syafi’iyah
                  Zina adalah memasukkan zakar kedalam farji yang diharamkan karena zatnya tampa adanya syubhat  dan menurut tabiatnya menimbulkan syhwat.
Ø  Hanabilah
                  Zina adalah melakukan perbuatan keji  (persetubuhan), baik terhadap qubul(farji) maupun dubur

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa  zina itu merupakan perbuatan yang sangat terlarang dan merupakan dosa yang amat besar, selain itu perbuatan itu  juga akan memberikan peluang bagi berbagai perbuatan yang memalukan lainnya yang akan menghancurkan landasan keluarga yang sangat mendasar, yang akan mengakibatkan terjadinya banyak perselisihan dan pembunuhan , menghancurkan nama baik dan harta benda, serta menyebarkan berbagai macam penyakit baik jasmani maupun rohani . oleh karena Al-Qur’an menjelaskan kepada manusia tentang zina ini dalam Surat Al-Isra’ ayat 32.
               
                Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.

Unsur unsur Zina
1.      Persetubuhan Yang Diharamkan
Persetubuhan yang dianggap sebagai zina adalah persetubuha dalam farji (kemaluan). Ukuranya adalah apabila kepala kemaluan telah masuk ke dalam farji walaupun sedikit. Juga dianggap sebagai zina meskipun ada penghalang antara zakar dan farji, selama penghalangnya tipis dan tidak menghalangi perasaan dan kenikmatan bersenggama.
Disamping itu, kaidah untuk menentukan persetubuhan sebagai zina adalah persetubuhan yang terjadi bukan pada miliknya sendiri. Dengan demikian apabila persetubuhan terjadi dalam lingkungan hak milik sendiri karena ikatan perkawinan, maka persetubuhan itu tidak dianggap sebagai zina, walaupun persetubuhanya diharamkan karena suatu sebab. Hal ini karena hukum haramnya persetubuhan tersebut datang belakangan karena adanya suatu sebab bukan karena zatnya. Contoh; Menyetubuhi istri yang sedang haid, nifas, atau sedang berpuasa Ramadhan. Persetubuhan ini dilarang tetapi tidak dianggap sebagai zina.
Apabila persetubuhan tidak memenuhi ketentuan tersebut maka tidak dianggap sebaai zina yang dikenai hukuman had, melainkan suatu perbuatan maksiat yang diancam dengan hukuman ta’zir, walaupun perbuatanya itu merupakan pendahuluan dari zina. Contoh; mufakhadzah (memasukkan penis di antara dua paha), atau memasukanya ke dalam mulut, atau sentuhan-sentuhan diluar farji. Demikian pula perbuatan – perbuatan maksiat yang lain yang merupakan pendahuluan dari zina dikenakan hukuman ta’zir. Contohnya seperti berciuman, berpelukan, bersunyi-sunyi dengan wanita asing tanpa ikatan yang sah. Perbuatan ini merupakan rangsangan terhadap perbuatan zina dan harus dikenai hukuman ta’zir.

Dasar keharaman zina dalam syariat islam adalah Qs al-Mukminun:5-7
Artinya: Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.
Dan  (QS al Israa’:32);
“dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan merupakan suatu jalan yang buruk”
Sedangkan larangan berkumpul di tempat yang sunyi dengan wanita tanpa suatu ikatan yang sah, dasar hukumnya adalah sabda Nabi Muhammad;
“tidak diperkenankan salah seorang diantara kamu untuk bersunyi-sunyi dengan wanita yang bukan muhrim, karena orang ketiga diantara keduanya adalah setan.”
Di samping itu dalam syari’at Islam ada kaidah yang berbunyi;
“setiap perbuatan yang mendatangkan kepada haram maka hukumnya haram”
Dengan demikian, berdasarkan kaidah ini setiap perbuatan yang pada akhirnya akan mendatangkan dan menjurus kepada perbuatan zina merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman ta’zir.
Meskipun pada umumnya para fuqaha telah sepakat bahwa yang dianggap zina itu adalah persetubuhan terhadap farji manusia yang masih hidup, namun dalam penerapanya pada kasus-kasus tertentu mereka kadang-kadang berbeda pendapat. Berikut ini beberapa kasus dan pendapat ulama mengenai hukumnya.
2.      Adanya Kesengajaan atau Niat Melawan Hukum
Unsur yang kedua dari jarimah zina adalah niat dari pelaku yang melawan hukum. Unsur ini terpenuhi apabila pelaku melakukan suatu perbuatan (persetubuhan) padahal ia tahu yang disetubuhinya adalah wanita yang diharamkan baginya. Dengan demikian apabila seseorang melakukan perbuatan dengan sengaja, tetapi tidak tahu perbuatan yang dilakukanya haram maka ia tidak dikenai hukuman had. Contoh; seorang yang menikahi wanita yang bersuami yang merahasiakan statusnya kepadanya. Apabila dilakukan persetubuhan setelah terjadinya pernikahan, pria itu tidak dikenai pertanggungjawaban (tuntutan) selama ia benar-benar tidak tahu bahwa wanita itu masih ada ikatan dengan pria lain. Contoh lain adalah wanita yang menyerahkan dirinya pada bekas suaminya yang telah men-talak-nya denngan talak bain dan wanita itu tidak tahu bahwa wanita itu telah di talak.
Unsur melawan hukum ini harus berbarengan dengan melakukan perbuatan yang diharamkan itu, bukan sebelumnya. Artinya, niat melawan hukum itu harus ada pada saat dilakukanya perbuatan yang dilarang itu. Apabila saat dilakukanya perbuatan yang dilarang, niat melawan hukum itu tidak ada meskipun sebelumnya ada, maka pelaku tidak dikenai pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukanya. Contohnya seorang yang bermaksud melakukan zina dengan wanita pembantunya, tetapi ia memasuki kamar yang didapatinya adalah istrinya dan persetubuhan dilakukan dengan istrinya maka perbuatan tidak dianggap zina karena pada saat dilakukanya perbuatan itu tidak ada niat melawan hukum. Contoh lain adalah seseorang yang bermaksud melakukan persetubuhan denga wanita lain yang bukan istrinya, tetap terdapat kekeliruan ternyata yang yang disetubuhinya adalah istrinya sendiri maka perbuatan itu tidak dianggap zina, karena itu bukan persetubuhan yang dilarang.

2. Hukuman Dan Pembuktian Jarimah Zina
         Hukuman Jarimah Zina
                        Berdasarkan pelakunya  maka hukuman untuk pelaku zina ada dua yaitu:
a         Hukuman untuk pelaku Zina Ghair Muhsam( orang yang belum bekeluarga).
Zina ghair muhsam adalah zina yang dilakukan oleh laki laki dan perempuan yang belum bekeluarga. Hukuman untuk pelaku  zina ghair muhsam ini ada dua macam yaitu dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun, hal ini didasarkan atas hadits riwayat Abdullah ibn Ash-Shamit bahwa rasulullah saw bersabda yang artinya:
Ambillah darikudiriku, ambillah dari diriku, sesungguhnya Allah telah memberikan jalan keluar bagi mereka (pezina). Jejaka dengan gadis, hukumannya dera seratuskali dan pengasingan selama satu tahun. Sedangkan duda dengan janda, hukumannya dera seratuskali dan rajam.(HR. Muslim, Abu Dawud dan Timdzi).
Ø  Hukuman Dera
                     Apabila jejaka dan gadis melakukan zina, mereka dikenai hukuman dera seratuskali hal ini didasarkan pada firman allah surat An-Nuur ayat 2:
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.

Hukuman dera adalah hukuaman had, yaitu hukuman yang telah ditentuykan oleh syara’. Oleh karena itu, hakim tidak boleh mengurangi, menanbah, menunda pelaksanaanya, atau degantiaka dengan hukuman yang lainnya, selain ketentuan syara’ hukum dera merupak hak Allah atau hak masyarakat, sehingga individu atau pemerintah tidak berhak membverikan pengampunan.
Ø  Hukuman Pengasingan
                     Hukuman kedua bagi pelaku zina ghair muhasam adalah hukuman pengasingan selama satu tahun. Hukuman ini didasarkan pada hadits riwayat Abdullah ibn Ash-Shamit. Mengenai hukuman ini dilaksanakan bersamaan dengan hukuman dera, para ulama berbeda pendapat dengan hal ini.menurut imam Abu Hanifah dan kawan kawannya hukuman pengasingan tidak wajib dilakukan . akan tetapi para mereka membolehkan bagi imam  untuk menggabungkan antar dera sertus kjali denga pengasingan apabila hal itu dipandang maslahat. Menurut mereka hukuman pengasingan itu bukan hukuman had, melainkan hukuman ta’zir. Pendapat ini juga sama dengan pendapat Syi’ah Zaidiyah. Alasannya hadist tentangan pengasingan itu telah dihapuskan dengan surat an nuur ayat 2.
b        Hukuman untuk pelaku  Zina Muhasam (sudah bekeluarga).
Zina Muhasam adalah zina yang dilakukan oleh lakik-laki dan perempuan yang sudah bekeluarga  (bersuami/beristri)hukuman untuk pelaku zina muhsan adalahdera seratuskali dan dirajam. Hukuman dera seratus kali berdasrkan surat An Nuur ayat 2dan hadits nabi yang telah di jelaskan diatas. Sedangkan hukuman rajam didasrkan pada hadir nabi baik qauliyah maupun fi’liah.
Hukuman rajam adalah hukum matidengan jalan dilempari dengan batu dan sejenisnya. Dasar hukuman rajam yang berupa sunnah qauliyah dan fi’liah adalah :
ü  Hadits Ubadah ibn Ash-Shamit
                                Ambillah darikudiriku, ambillah dari diriku, sesungguhnya Allah telah memberikan jalan keluar bagi mereka (pezina). Jejaka dengan gadis, hukumannya dera seratuskali dan pengasingan selama satu tahun. Sedangkan duda dengan janda, hukumannya dera seratuskali dan rajam
ü  Hadits Jabir
                                Dari Jabir ibn Abdillah bahwa sesorang laki laki telah berzina dengan seorang perempuan. Kemudian Nabi memerintahkan untuk membawanya ke hadapan Nabi saw. Lalu Nabi menjilidnya sesuai dengan ketentuan . kemudian Nabi diberitahu bahwa ia sudah berkeluarga(beristri). Nabi memerintahkan untuk membawanya kembali, dan kemudian ia dirajam. (HR. Abu Dawud).
ü  Hadits Jabir ibn Samurah
            Dari Jabir ibn Samurah bahwa Rasulluah saw. Melaksanakan hukuman rajam terhadapMa’iz ibn Malik, dan dia tidak disebut sebut tentang hukuman jilid (dera).(HR. Imam Ahmad).
            Dari hadits diatas dapat disimpulkan bahwa hukuman rajam telah disepakati oleh para fuqaha dan tidak ada pertentangan diantara mereka
Pembuktiaan Jarimah Zina.
                      I.   Pembuktian Dengan Saksi
Para ulama telah sepakat bahwa jarimah zina tidak bisa dibuktikan kecuali dengan empat orang saksi. Apabila saksi itu kurang dari empat maka persaksian tersebut tidak dapat diterima. Hal ini apabila pembuktianya itu hanya berupa saksi semata-mata dan tidak ada bukti-bukti yang lain. Dasar hukumnya adalah:
surat An Nisaa’, ayat 15
“Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji , hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Alloh memberi jalan lain kepadanya.”
surat An Nuur ayat 4
 “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.”
 surat An Nuur ayat 13
“Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Olah karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Alloh orang-orang yang dusta.”
Hadits Nabi s.a.w

dari Anas putra Malik r.a ia berkata: li’an pertama yang terjadi dalam Islam adalah bahwa syarik putra Sahma dituduh oleh hilal putra umayyah berzina dengan isterinya. Maka Nabi bersabda kepada hilal: “ajukanlah saksi. Apabila tidak maka engkau dikenakan hukuman had.”

dalam riwayat lain Nabi bersabda
“ajukanlah empat orang saksi. Apabila tidak bisa maka hukuman had akan dikenakan terhadapmu.”
Akan tetapi tidak semua orang bisa diterima untuk menjadi saksi. Ada syarat-syarat persaksian yang berlaku untuk semua jarimah, ada pula syarat-syarat khusus untuk persaksian jarimah zina yaitu:
Ø Baliq (Dewas). (Al-Baqarah:282)
Ø Berakal
Ø Kuat Ingatan
Ø Dapat Berbicara
Ø Dapat Melihat
Ø Adil (Ath-Thalaaq:2. AL-Hujaraat:6)
Ø Islam(Al-Baqarah:282. Ath-Thalaaq:2)
Ø Tidak ada penghalang persaksian
                II.   Pembuktian Dengan Pengakuan
Pengakuan dapat digunakan sebagai alat bukti jika  memenuhi syarat:
Ø Menurut Abu Hanifah  dan Imam Ahmad, pengakuan harus dinyatakan sebanyak empat kakli.
Ø Pengakuan harus terperinci dan menjelaskan tentang hakikat perbuatan. Sehingga dapat menghilangkan tentang ketidak jelasan dalam perbuatan zina tersebut.
Ø Pengakuan harus sah dan benar.
Ø Menurut Abu Hanifah opengakuan harus disampaikan di depan sidang pengadilan. Apa bila dilakukan diluar pengadilan maka pengakuan itu dianggap tidak sah.

          III.      Pembuktian Dengan Qarinah
            Qarinah atau tanda yang dianggapsebagai alat pembuktian dalam jarimah zina adalah timbulnya kehamilan pada seorang wanita yang tidak bersuami, atau tidak diketahui suaminya.
            Dasar penggunaan qarinah sebagai alat bukti untuk jarimah zina adalah ucapan sahabat dan perbuatannya. Dalam sebuah pidatonya Syaidina Umar berkata:
            Dan sesungguhnya rajam wajib dilaksanakan berdasrkan kitabullah atas orang yang berzina, baik laki laki maupun operempuan apabila iah muhasam, jika terdapat keterangan(saksi) atau terjadi kehamilan, atau ada pengakuan.(Muttafaq Alaih).

3.   Tata Cara Pelaksanaan Hukuman Jarimah Zina
Para fuqaha sepakat bahwa pelaksanan hukuman had harus dilakukan oleh imam atau wakilnya(pejabat yang ditunjuk) hal ini disebabkan karena hukuman had itu merupakan Hak Allah (masyarakat) dan sudah selayaknya dilakukan oleh imam atau wakil dari masyarakat.
ü  Cara pelaksanaan hukuman Rajam
Apabila orang yang akan dirajam itu laki laki, hukuman dilaksanakan dengan berdiri tampa dimasukkan kedalam lubang dan tampa dipegang atau di ikat. Hal ini didasarkan kepada hadits Rasulullah saw. Ketika merajam Ma’iz dan orang yahudi:
Dari Abi S’id ia berkata: Ketika Rasulullah saw. Memerintahkan kepada kami untuk merajam Ma’iz ibn Malik maka kami membawanya ke Baqi’. Demi Allah kami tidak memasukkan kedalam lubang dan tidak pulamengikatnya, melainkan ia tetap berdiri. Maka kami melemparinyadengan tulang
Apabila melariakan diri dan pembuktiannya dengan pengakuan maka ia tidak perlu dikejar dan hukumannya dihentikan. Dan jika pembuktiannya dengan kesaksian maka ia harus dikejar, dan hukuman rajam diteruskan sampai mati.
Apabila orang yang akan dirajam itu wanita, menurut imam abu Hanifah dan Imam Syafi’imaka ia boleh dipendam sampai dada, karena cara yang demikian itu lebih menutupi auratnya. Sedangkan menurut pendapat Imam Malikdan pendapat rajih dalam mahzah hambali wanita juga tidak dipendam sama halnya dengan laki-laki.
Dalam hukuman rajam adalam hukuman mati dengan jalan dilempari dengamn batu atau benda benda lain. Menurut imam Abu Hanifah Lemparan pertama dilakukan oleh parea saksi apabila pembuktiannya dengan persaksian. Kemudian diikuti oleh imam atau pejabat yang ditunjukdan kemudian diteruskan oleh masyarakat. 
ü  Cara pelaksanaan hukuman Dera
Hukuman dera atau jilid dilaksanakan dengan menggunakan cambuk, dengan pukulan yang sedang sebanya 100 kali cambukan. Disyaratkan cambukan tersebut itu harus kering, tidak boleh basah, karena bisa menimbulkan luka, disyaratkan cambukan itu tidak boleh lebih dari satu, apabila ekor cambuknya lebih dari satu mak pukulan cambuknya dihitung sebanyak ekornya. Apabila yang dihuku laki laki maka bajunya harus dibuka kecuali yang menutupi auratnya.
Hukuman dera tidak boleh menimbulkan bahaya terhadap orang yang terhukum. Karena hukuman itu bersifat pencegahan. Oleh karena itu hukuman tidak boleh dilakukan pada saat cuaca panas dan cuaca dingin. Hukuman tidak boleh dilakukan pada org yg sakit sampai ia sembuh, dan wanita yang hamil sampai ia melahirkan.

B.QADZAF
1. Pengertian dan Unsur unsur Qadzaf
Pengertian Qadzf
Qadzaf menurut bahasa yaitu ram’yu syain berarti melempar sesuatu. Sedangkan menurut istilah syara’ adalah melempar tuduhan (wath’i) zina kepada orang lain yang karenanya mewajibkan hukuman had bagi tertuduh (makdzuf).
Dalam istilah syara’, Qadzaf ada dua macam,yaiti:
·   Qadzaf yang diancam dengan hukuman had
·   Qadzaf yang diancam dengan hukuman ta’zir
Pengertian qadzaf yang diancam dengan hukuman had adalah:
“menuduh orang yang muhsan dengan tuduhan berbuat zina atau dengan tuduhan yang menghilangkan nasabnya”.
Sedangkan qadzaf yang diancam dengan hukuman ta’zir adalah:
“menuduh dengan tuduhan selain berbuat zina atau selain menghilangkan nasabnya, baik orng yang dituduh itu muhshan maupun ghair muhshan.
Conyoh tuduhan yang sharih (jelas/tegas), seperti engkau orang yang berzina.Adapun contoh tuduhan yang tidak jelas (dilalah) seperti dinasabkan seseorang kepada orng yang bukan ayahnya.
Dasar hukum Qadzaf yaitu:
ü  Surah An-nur ayat 4
Artinya: Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik[1029] (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.
Yang dimaksud wanita-wanita yang baik disini adalah wanita-wanita yang Suci, akil balig dan muslimah.

ü  Surah An-nur ayat 23
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la'nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar,
Yang dimaksud dengan wanita-wanita yang lengah ialah wanita-wanita yang tidak pernah sekali juga teringat oleh mereka akan melakukan perbuatan yang keji itu.
ü  Hadis Rasulullah saw
“jauhilah tujuh macam perbuatan yang merusak.”.Para sahabt bertanya:”wahai rasulullah, apakah yang tujuh perkara itu?” nabi menjawab: “ menyekutukan allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh allah kecuali dengan hak, melakukan riba, memakan harta anak yatim, lari dari waktu pertempuran, dan menuduh wanita baik-baik berzina, beriman dan lengah (berbuat zina).
Unsur-unsur Qadzaf
Unsur-unsur qadzaf ada tiga yaitu:
·         Adanya tyduhan zina atau menghilangkan nasab
·         Orng yang dituduh adalah orng yang muhshan
·         Adanya maksud jahat atau niat yang melawan hukum

1.   Adanya tuduhan zina atau menghilangka nasab
Tuduhan ini dapat terpenuhi apabila pelaku menuduh korban dengan tuduhan melakukan zina atau tuduhan menghilangkan nasabnya, dan ia pelaku atau penuduh tidak mampu membuktikan apa yang ditduhkannya.Dengan demikian, apabila kata-kata atu kalimat itu tidak berisi tuduhan zina atau menghilangkan nasabnya maka pelaku (penuduh) tidak dihukum dengan hukuman  had, melainkan dikenai hukuman ta’zir. tuduhan yang pelakunya (penuduhya) dekenai hukuman had, maka harus memenuhi syarat-syarat berikut:
·      Kata-kata tuduhan harus jelas (sharih), yaitu tidak mengandung pengertian lain selian tuduhan zina.
·      Orang yang dituduh harus tertentu (jelas).
·      Tuduhan harus mutlak
·      Imam abu hanafiah mensyaratkan terjadinya penuduhan tersebut di negeri islam. Apabila penuduhan terjadi di darul hard maka penuduh tidak dikenakan hukuman had. Akan tetapi, imam- iman yang lain tidak mensyaratkan hal ini.

2.    Orang yang Dituduh Harus Orang yang Muhshan
Dasar hukum tentang syarat ihshan untuk maqdzul(orng yang dituduh) ini adalah:
·   Surah An- nur ayat 4
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.
Yang dimaksud wanita-wanita yang baik disini adalah wanita-wanita yang Suci, akil balig dan muslimah.

·      Surah An-nur ayat23
Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la'nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar,
Yang dimaksud dengan wanita-wanita yang lengah ialah wanita-wanita yang tidak pernah sekali juga teringat oleh mereka akan melakukan perbuatan yang keji itu. Dalam ayat pertama ( QS.An-nur: 4) yang dimaksud dengan ihshan adalah bersih dari zina sedangkan dalam ayat kedua (QS.An-nur: 23), ihshan diartiakn mardeka. Lengah dan bersih.
3.      Adanya Niat yang Melawan Hukun
Unsur melawan hukum dalam jarimah qadzaf dapat terpenuhi apabila seseorang menuduh orang lain dengan tuduhan zina atau menghilangkan nasabnya, padahal ia tahu bahwa yang dituduhkanya tidak benar. Dan seseorng diangkap mengetahui ketidakbenaran tuduhannya apabila ia tidak mampu membuktikan kebenaran tuduhannya.

2.      Hukuman dan Pembuktian Qadzaf
Hukuman Qadzaf
Hukuman untuk jarimah qadzaf ada dua macam, yaitu:
·         Hukuman pokok, yaitu jilid atau dera sebanyak delapn puluh kali.hukuman ini merupakan hukuman had, yaitu hukuman yang sudah diterapkan oleh syara,menurut mazhab syafi’I, oaring yang dituduh berhak memberikan pengampunan, karena hak manusia lebih dominan dari pada hak allah.sedangkan menurut mazhab hanafi bahwa korban tidak berhak memberikan pengampunan, karena didalam jarimah qadzaf hak allah lebih dominan dari pada hak manusia.
·         Hukuman tambahan, yaitu tidak diterimah persaksiannya.
Kedua macam hukuman tersebut didasrkan kepada firman allah Surah An-nur:  
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik
 Yang dimaksud wanita-wanita yang baik disini adalah wanita-wanita yang Suci, akil balig dan muslimah. Hanya saja apabila mereka bertobat apakah kesaksian tetap gugur atau bisa ditrima kembali. para ulama berbeda pendapat, menurut hanafi, kesaksian penuduh tetap gugur, meskipun ia telah bertobat. Sedangkan menurut iman malik kesaksian penuduh diterimah kembali apabila ia telah bertobat.
Pembuktian Untuk Qadzaf
Jarimah qadzaf dapat dibuktikan dengan tiga macam alat bukti, yaitu:
a.       Dengan kesaksian
Saksi merupakan salah satu bukti untuk jarimah qadzaf.syarat- syarat sama dengan syarat saksi zina.bagi orang yang menuduh zina itu dapat mengambul beberapa kemungkinan:
·         Memungkiri tudahan itu dengan mengajukan persaksian cukup satu orang laki-laki atau perempuan.
·         Membuktikan bahwa yang dituduh mengakuai kebenaran tuduhan dan untuk ini cukup dua orang laki-laki dan dua orang perempuan.
·         Membuktikan kebenaran tuduhannya secara penuh dengan mengajukan empat orng saksi.
·         Bila yang dituduh itu istrinya dan ia ditolak tuduhannya maka suai yang menuduh itu dapat mengajukan sumpah li’an.
b.      Dengan pengakuan
Jarimah qadzaf dapat dibuktikan dengan adanya pengakuan dari pelaku (penuduh), bahwa ia menuduh orng lain melakukan zina. Pengakuan ini cukup dinyatakan satu kali dalam majelis pengadilan.
c.       Dengan sumpah
Menurut imam syafi’i, jarimah dapat dibuktikan dengan sumpah apabila tidak ada saksi dan pengakuan.

Selengkapnya Klik DOWNLOAD

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Jarimah Zina dan Jarimah Qadzaf"

Post a Comment

/* script Youtube Responsive */