Pengertian dan Hakikat Bangsa

Bangsa (nation), nasionalitas atau kebangsaan, nasionalisme atau paham kebangsaan, semuanya terbukti sangat sulit sekali dirumuskan. Tidak ada rumusan ilmiah yang bisa dirancang untuk suatu bangsa, tetapi fenomena kebangsaan tetap aktual. Tom Nairn, menyebutkan bahwa teori tentang nasionalisme mewakili kegagalan historis Marxisme dan nasionalisme terbukti merupakan anomali yang tidak mengenakkan bagi teori Marxis. Konsep bangsa, menjadi gusar atau absur, karena tiga paradoks,147 sebagai berikut :

1.    Modernitas obyektif bangsa-bangsa di mata para sejarawan vs kepurbaan subyektif di mata nasionalis.

2.    Universalitas formal kebangsaan sebagai suatu konsep sosio-kultural, dalam jagad modern semua orang bisa, musti, akan, punya suatu kebangsaan tertentu, sama seperti tiap manusia punya jenis kelamin tertentu vs kekhususan pengejawantahan konkritnya yang tak terelakkan, misalnya berdasarkan definisinya, kebangsaan Yunani bersifat sui generis, mutlak berbeda dengan kebangsaan lain apapun juga.

3.    Daya politis nasionalisme vs kemelaratan filosofisnya atau malah ketidakkoherenannya. Dengan kata lain, tidak seperti sebagian besar isme lain, nasionalisme belum pernah melahirkan pemikir besarnya sendiri: nasionalisme tak punya tokoh semacam Thomas Hobbes, Karl Marx, dan Max Weber.

Nasionalisme adalah patologi sejarah pembangunan modern, tidak bisa dielakkan sama seperti neurosis dalam sosok pribadi, lengkap dengan kemenduaan asasi yang melekat kepadanya. Ernest Renan (1823-1892) dalam bayangannya mengatakan bahwa or l'essence d'une nation est que tous /es individus aient beaucoup de choses en commun, et aussi que tous aient oublie bien des choses. Tout citoyen francais doit avoir oubliela saint-bartheiemy, /es massacres du Midi au X///e siec/e (Bangsa adalah di dalam setiap individu memiliki banyak hal yang menjadi kepunyaan bersama dan sekaligus melupakan banyak hal lain yang menjadi kepunyaan bersama). Lebih lanjut Ernest Renan, nasionalisme bukanlah bangkitnya kesadaran diri suatu bangsa, membikin-bikin bangsa-bangsa di mana mereka tidak ada. Sedangkan Ernest Gellner menyebut bahwa nasionalisme menjadi jubah yang dianyam dari serat-serat kebohongan, maka ia pakai kata bikin dengan arti memalsukan dari pada menciptakan serta penciptaan.

Dengan begitu, mengisyaratkan bahwa seolah-olah komunitas-komunitas sejati itu ada, yang sifatnya jauh dari sifat komunitas kebangsaan, tetapi dalam kenyataan, semua komunitas, asalkan lebih besar dari dusun-dusun primordial di-mana para anggotanya bisa saling bertatap muka langsung setiap hari adalah komunitas terbayang. Bangsa dibayangkan sebagai suatu yang pada hakikatnya bersifat terbatas, karena bahkan bangsa-bangsa paling besarpun, yang anggotanya mungkin semilyar manusia, memiliki garis-garis perbatasan yang pasti meskipun elastis. Di luar perbatasan itu adalah bangsa lain. Tak satu bangsa pun membayangkan dirinya meliputi seluruh umat manusia di bumi. Para nasionalis yang paling mendekati sikap juru selamat pun tidak mendambakan datangnya hari agung di mana seluruh anggota spesies manusia bakal bergabung dengan bangsa mereka dengan cara seperti zaman-zaman tertentu, orang Kristen memimpikan sebuah planet yang seutuhnya Kristen, demikian juga orang Islam memimpikan sebuah jagat raya yang seutuhnya Islami.

Bangsa dibayangkan sebagai sesuatu yang berdaulat lantaran konsep itu lahir dalam kurun waktu di mana pencerahan dan revolusi memporak-porandakan keabsahan ranah dinasti hirarki yang ditasbihkan oleh Tuhan. Tetapi, bangsa dibayangkan sebagai komunitas-komunitas, sebab tak perduli akan ketidakadilan yang ada dan penghisapan yang mungkin tak terhapuskan dalam setiap bangsa. Bangsa itu sendiri selalu dipahami sebagai kesetiakawanan yang masuk mendalam, melebar, dan mendatar. Fajar zaman nasionalisme, juga menjadi tanda senja modus pemikiran religius. Abad pencerahan, abad sekuralisme rasionalis menyeret kedalam modernnya sendiri, seiring surutnya keyakinan keagamaan.

Jika negara kebangsaan (nation state) secara luas dianggap baru ahistoris, bangsa-bangsa yang mengemuka sebagai ungkapan politis melaluinya senantiasa mengembang dari masa silam yang tak tergali dari ingatan, serta yang lebih penting lagi meluncur kemasa depan yang tak kenal batas, seperti sihir nasionalisme yang mengubah sesuatu yang kebetulan menjadi takdir. Di balik keruntuhan komunitas-komunitas religius, surutnya bahasa-bahasa dan garis keturunan yang sakral, berlansung suatu perubahan fundamental dalam modus pemahaman dunia, yang di atas segalanya dan memungkinkan orang menggagas bangsa dimana masyarakat itu adalah entitas sosiologis yang kenyataannya teguh dan stabil, sehingga anggotanya pernah bertemu dijalan tanpa pernah saling kenal, dan fakta ini tidak mempengaruhi bayang-bayang bahwa keduanya toh memiliki hubungan.

Berakhirnya tirani penutup era gerakan-gerakan pembebasan nasional yang telah berhasil mencapai tujuannya, bila direnungkan watak nasionalisme baru muncul antara tahun 1820-1920-an, telah mengubah paras dunia lama, yaitu hampir seluruh nasionalisme jenis bahasa tulis nasional punya makna penting ideologis dan politis, seperti bahasa Spanyol, bahasa Inggris, dan lainnya. Maka, Johann Gottfried Von Herder (1744-1803) mengatakan bahwa denn jedes volk ist volk; es hat seine national bildung wie seine sprache (tiap bangsa adalah bangsa; dia punya bentuk kebudayaan sendiri dan juga bahasa sendiri). Dalam kamus ilmu politik dapat dijumpai istilah bangsa, yaitu: natie dan nation, artinya masyarakat yang bentuknya diwujudkan oleh sejarah yang memiliki unsur,149 sebagai berikut :

1.    Satu kesatuan bahasa.

2.    Satu kesatuan daerah.

3.    Satu kesatuan ekonomi.

4.    Satu kesatuan hubungan ekonomi.

5.    Satu kesatuan jiwa yang terlukis dalam kesatuan budaya.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pengertian dan Hakikat Bangsa"

Post a Comment

/* script Youtube Responsive */