MAKALAH KERJAAN KALINGA

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Kerajaan Kalingga

a.            Latar Belakang Berdirinya

Kalingga atau Ho-ling (sebutan dari sumber Tiongkok) adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu yang muncul di Jawa Tengah sekitar abad ke-6 masehi. Letak pusat kerajaan ini belumlah jelas, kemungkinan berada di suatu tempat antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Jepara sekarang. Sumber sejarah kerajaan ini masih belum jelas dan kabur, kebanyakan diperoleh dari sumber catatan China, tradisi kisah setempat, dan naskah Carita Parahyangan yang disusun berabad-abad kemudian pada abad ke-16 menyinggung secara singkat mengenai Ratu Shima dan kaitannya dengan Kerajaan Galuh. Kalingga telah ada pada abad ke-6 Masehi dan keberadaannya diketahui dari sumber-sumber Tiongkok.

b.           Letak Kerajaan Kalingga

Keterangan geografi tentang letak ho-ling ditunjukkan dengan beberapa keterangan :

Ø      Sejarah lama Dinasti Tang
Ø      Sejarah baru Dinasti Tang
Ø      Karya I-tsing a Record and Memoire
Ø      Chia-Tan (Menteri)

c.            Situasi Kerajaan Kalingga

Adapun keadaan kerajaan  di keling dalam jaman itu yang dikabarkan oleh orang Tiong Hoa  ialah bahwa kota dikelilingi dengan pagar kayu ; rajanya beristana dirumah yang bertingkat, yang ditutup dengan atap;tempat duduk sang raja adalah Peterana gading. Orang-orangnya sudah pandai tulis-menulis dan mengenal ilmu perbintangan yang sangat tampak bagi orang tiong hoa adalah orang kaling (jawa) makan tidak makan dengan sendok atau cukit melainkan jarinya saja. Minuman kerasnya yang dibuat adalah air yang disadap dari tandan bunga kelapa (Toak). Dikatakan pula, bahwa tahun 640 atau 648 Masehi kerajaan jawa mengirimkan utusan ke negeri tiong hoa begitu pula dalam tahun 666. sesudah utusan jawa ke negeri tiongkok yang kedua kalinya itu dikatakan bahwa tanah jawa diperintah oleh raja perempuan yakni dalam tahun 674-675 Masehi. Adapun raja perempuan itu Si-Mo, dan memegang pemerintahan negerinya dengan keras.

d.           Keadaan Ekonomi dan Agama

·         Mata pencaharian

Kerajaan Ho-ling mempunyai hasil bumiberupa kulit penyu, emas dan perak, cula badak dan gading. Ada sebuah gua yang selalu mengeluarkan air garam yang disebut sebagai bledug. Penduduk menghasilkan garam dengan memanfaatkan sumber air garam yang disebut sebagai bledug tersebut.

·         Keagamaan

Salah satu sumber yang berbicara tentang keagamaan Kerajaan Ho-ling adalah sumber Cina yang berasal dari catatan perjalanan I-tsing, seorang pendeta agama Budha dari Cina dan kronik Dinasti Sung. Dikatakan bahwa pada 664-667 M, pendeta Budha Cina bernama Hwu-ning dengan pembantunya Yun-ki datang ke Ho-ling.

Di sana kedua pendeta tersebut bersama-sama dengan Joh-na po-t’o-lo menerjemahkan Kitab Budha bagian Nirwana. Terjemahan inilah yang dibawa pulang ke Cina. Menurut I-tsing, Kitab suci Budha yang diterjemahkan tersebut sangat berbeda dengan kitab Suci Budha Mahayana. Menurut catatan Dinasti Sung yang memerintah setelah Dinasti T’ang, terbukti bahwa terjemahan yang diterjemahkan Hwu-Ning dengan Yun-ki bersama dengan Njnanabhdra itu adalah kitab Nirwana bagian akhir yang menceritakan tentang pembakaran jenazah sang Budha, dengan sisa tulang yang tidak habis terbakar dikumpulkan untuk dijadikan relik suci.

Dengan demikian jelas bahwa Ho-ling tidak menganut agama Budha aliran Mahayana, tetapi menganut agama Budha Hinayana aliran Mulasarastiwada. Kronik Dinasti Sung juga menyebutkan bahwa yang memimpin dan mentahbiskan Yun-ki menjadi pendeta Budha adalah Njnanabhadra.

·         Hubungan Dengan Negeri Luar

Pada masa Chen-kuang (627-649 M) raja Ho-ling bersama dengan raja To-ho-lo To-p’o-teng, menyerahkan upeti ke Cina. Kaisar Cina mengirimkan balasan yang dengan dibubuhi cap kerajaan dan raja To-ho-lo meminta kuda-kuda yang terbaik dan dikabulkan oleh kaisar Cina. Kemudian Kerajaan Ho-ling mengirimkan utusan (upeti lagi) pada 666 M, 767 M dan 768 M. Utusan yang datang pada 813 M (atau 815 M) datang dengan mempersembahkan empat budak sheng-chih (jenggi), burung kakatua, dan burung p’in-chiat (?) dan benda-benda lainnya. Kaisar amat berkenan hatinya sehingga memberikan gelar kehormatan kepada utusan tersebut. Utusan itu mohon supaya gelar tersebut diberikan saja kepada adiknya. Kaisar amat terkesan dengan sikap itu dan memberikan gelar kehormatan kepada keduanya. Sampai dengan tahun 813 M, Ho-ling masih mengirim utusan ke negeri Cina dengan membawa “hadiah” berupa empat orang budak Sen-ki, burung kakatua, dan sejumlah jenis burung lainnya.

e.            Keruntuhan Kerajaan Kalingga

Disebabkan oleh karena serangan dari Kerajaan Islam Demak. Hal ini bisa dikatakan tidak benar sama sekali. Bukti-bukti sejarah yang ada (yang berupa prasasti-prasasti batu) menjelaskan kepada kita bahwa sebenarnya Majapahit belum runtuh dan masih berdiri untuk jangka waktu yang cukup lama. Prasasti-prasasti batu yang berasal dari tahun 1486 M, masih menyebutkan adanya kekuasaan kerajaan Majapahit dengan rajanya yang berkuasa waktu itu bernama Dyah Ranawijaya yang bergelar Girindrawarddhana ; bahkan ia disebut pula sebagai seorang Sri Paduka Maharaja Sri Wilwatiktapura Janggala Kadiri Prabhunatha.

f.             Peninggalan Kerajaan Kalingga

Prasasti peninggalan kerajaan Ho-ling adalah Prasasti Tukmas. Prasasti ini ditemukan di Desa Dakwu daerah bogan, purwodadi di lereng Gunung Merbabu di Jawa Tengah. Prasasti bertuliskan huruf pallawa dan berbahasa sekerta. Prasasti menyebutkan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan sungai gangga di India. Pada prassasti itu ada gambar-gambar speerti trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra dan bunga teratai yang merupakan lambang keeratan hubungan manusia dengan dewa-dewa hindu.




Sementara di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batangm Jawa tengah, ditemukan Prasasti Sojomerto. Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuna dan berasal dari sekitar abad ke-7 masehi. Prasasti ini bersifat agama Siwais. Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya, Dapunta Selendra, yaitu ayahnya bernama Santanu, ibunya bernama Bhadrawati, sedangkan istrinya bernama Sampula. Prof. Drs. Boechari berpendapat bahwa tokoh yang bernama

Dapunta Selendra adalah cikal-bakal raja-raja keturunan Wangsa Sailendra yang berkuasa Kerajaan mataram Hindu

B.     Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno diperkirakan berada di wilayah aliran sungai-sungai Bogowonto, Progo, Elo, dan Bengawan Solo di Jawa Tengah. Keberadaan kerajaan ini dapat diketahui dari Prasasti Canggal. Prasasti berangka tahun 732 Masehi ini menyebutkan bahwa kerajaan itu pada awalnya dipimpin oleh Sana. Setelah kematiannya, tampuk kekuasaan dipegang oleh keponakannya, Sanjaya.

Pada masa pemerintahan Sri Maharaja Rakai Panangkaran berdiri pula sebuah dinasti baru di Jawa Tengah, yaitu Dinasti Syailendra yang beragama Budha. Perkembangan kekuasaan dinasti tersebut di bagian selatan Jawa Tengah menggeser kedudukan Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu hingga ke bagian tengah Jawa Tengah.

Akhirnya, untuk memperkuat kedudukan masing-masing, kedua dinasti itu sepakat bergabung. Caranya adalah melalui pernikahan antara Raja Putri Pramodharwani dari pihak Syailendra dengan Rakai Pikatan dari dinasti saingannya.

Kerajaan Mataram Kuno terkenal keunggulannya dalam pembangunan candi agama Budha dan Hindu. Candi yang diperuntukan bagi agama Budha antara lain Candi Borobudur, yang dibangun oleh Samaratungga dari Dinasti Syailendra. Candi Hindu yang dibangun antara lain Candi Rara Jongrang di Prambanan, yang dibangun oleh Raja Pikatan.

Pada zaman pemerintahan Raja Rakai Wawa terjadi banyak kekacauan di daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno sementara ancaman dari luar mengintainya.

1.      Perkembangan Pemerintahan

a.      Dinasti Sanjaya

Istilah Wangsa Sanjaya diperkenalkan oleh sejarawan bernama Dr. Bosch dalam karangannya yang berjudul Sriwijaya, de Sailendrawamsa en de Sanjayawamsa (1952). Ia menyebutkan bahwa, di Kerajaan Medang terdapat dua dinasti yang berkuasa, yaitu dinasti Sanjaya dan Sailendra.

Istilah Wangsa Sanjaya merujuk kepada nama pendiri Kerajaan Medang, yaitu Sanjaya yang memerintah sekitar tahun 732. Berdasarkan Prasasti Canggal (732 M) diketahui Sanjaya adalah penerus raja Jawa Sanna, menganut agama Hindu aliran Siwa, dan berkiblat ke Kunjarakunja di daerah India, dan mendirikan Shivalingga baru yang menunjukkan membangun pusat pemerintahan baru.

Menurut penafsiran atas naskah Carita Parahyangan yang disusun dari zaman kemudian, Sanjaya digambarkan sebagai pangeran dari Galuh yang akhirnya berkuasa di Mataram. Ibu dari Sanjaya adalah Sanaha, cucu Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga di Jepara.

Ayah dari Sanjaya adalah Sena/Sanna/Bratasenawa, raja Galuh ketiga. Sena adalah putra Mandiminyak, raja Galuh kedua (702-709 M). Dikemudian hari, Sanjaya yang merupakan penerus Kerajaan Galuh yang sah, menyerang Galuh dengan bantuan Tarusbawa, raja Sunda. Penyerangan ini bertujuan untuk melengserkan Purbasora.

b.      Dinasti Syailendra

Selama ini kerajaan Medang dianggap diperintah oleh dua wangsa yaitu Wangsa Sailendra yang beragama Buddha dan Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu Siwa, pendapat ini pertama kali diperkenalkan oleh Bosch.

 Pada awal era Medang atau Mataram Kuno, wangsa Sailendra cukup dominan di Jawa Tengah. Menurut para ahli sejarah, wangsa Sanjaya awalnya berada di bawah pengaruh kekuasaan wangsa Sailendra.

 Mengenai persaingan kekuasaan tersebut tidak diketahui secara pasti, akan tetapi kedua-duanya sama-sama berkuasa di Jawa Tengah. Sementara Poerbatjaraka menolak anggapan Bosch mengenai adanya dua wangsa kembar berbeda agama yang saling bersaing ini.

 Menurutnya hanya ada satu wangsa dan satu kerajaan, yaitu wangsa Sailendra dan Kerajaan Medang. Sanjaya dan keturunannya adalah anggota Sailendra juga. Ditambah menurut Boechari, melalui penafsirannya atas Prasasti Sojomerto bahwa wangsa Sailendra pada mulanya memuja Siwa, sebelum Panangkaran beralih keyakinan menjadi penganut Buddha Mahayana.

Raja-raja yang berkuasa dari keluarga Sailendra tertera dalam prasasti Ligor, prasasti Nalanda maupun prasasti Klurak, sedangkan raja-raja dari keluarga Sanjaya tertera dalam prasasti Canggal dan prasasti Mantyasih.

2.      Kehidupan Rakyat Mataram Kuno

Rakyat Mataram menggantungkan kehidupannya pada hasil pertanian. Hal ini mengakibatkan banyak kerajaan-kerajaan serta daerah lain yang saling mengekspor dan mengimpor hasil pertaniannya.

Usaha untuk meningkatkan dan mengembangkan hasil pertanian telah dilakukan sejak masa pemerintahan Rakai Kayuwangi. Yang diperdagagkan pertama-tama hasil bumi, seperti beras, buah-buahan, sirih pinang, dan buah mengkudu.

Juga hasil industry rumah tangga, seperti alat perkakas dari besi dan tembaga, pakaian,paying,keranjang, dan barang-barang anyaman, gula, arang, dan kapur sirih. Binatang ternak seperti kerbau, sapi, kambing, itik, dan ayam serta telurnya juga di perjual belikan.

Usaha perdagangan juga mulai mendapat perhatian ketika Raja Balitung berkuasa.Raja telah memerintahkan untuk membuat pusat-pusat perdagangan serta penduduk disekitar kanan-kiri aliran Sungai Bengawan Solo diperintahkan untuk menjamin kelancaran arus lalu lintas perdagangan melalui aliran sungai tersebut.

Sebagai imbalannya, penduduk desa di kanan-kiri sungai tersebut dibebaskan dari pungutan pajak.

Lancarya pengangkutan perdagangan melalui sungai tersebut dengan sendirinya akan menigkatkan perekonomian dan kesejahteraan rakyat Mataram Kuno.

3.      Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno

Runtuhnya kerajaan Mataram disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, disebabkan oleh letusan gunung Merapi yang mengeluarkan lahar. Kemudian lahar tersebut menimbun candi-candi yang didirikan oleh kerajaan, sehingga candi-candi tersebut menjadi rusak.Kedua, runtuhnya kerajaan Mataram disebabkan oleh krisis politik yang terjadi tahun 927-929 M.

Ketiga, runtuhnya kerajaan dan perpindahan letak kerajaan dikarenakan pertimbangan ekonomi. Di Jawa Tengah daerahnya kurang subur, jarang terdapat sungai besar dan tidak terdapatnya pelabuhan strategis.Sementara di Jawa Timur, apalagi di pantai selatan Bali merupakan jalur yang strategis untuk perdagangan, dan dekat dengan daerah sumber penghasil komoditi perdagangan.

 Mpu Sindok mempunyai jabatan sebagai Rake I Hino ketika Wawa menjadi raja di Mataram, lalu pindah ke Jawa timur dan mendirikan dinasti Isyana di sana dan menjadikan Walunggaluh sebagai pusat kerajaan.

Mpu Sindok yang membentuk dinasti baru, yaitu Isanawangsa berhasil membentuk Kerajaan Mataram sebagai kelanjutan dari kerajaan sebelumnya yang berpusat di Jawa Tengah.

 Mpu Sindok memerintah sejak tahun 929 M sampai dengan 948 M.Sumber sejarah yang berkenaan dengan Kerajaan Mataram di Jawa Timur antara lain prasasti Pucangan, prasasti Anjukladang dan Pradah, prasasti Limus, prasasti Sirahketing, prasasti Wurara, prasasti Semangaka, prasasti Silet, prasasti Turun Hyang, dan prasasti Gandhakuti yang berisi penyerahan kedudukan putra mahkota oleh Airlangga kepada sepupunya yaitu Samarawijaya putra Teguh Dharmawangsa.

4.      Peninggalan-Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

a.      Candi Arjuna

Candi ini mirip dengan candi-candi di komples Gedong Sanga. Berdenah dasar persegi dengan luas sekitar ukuran sekitar 4 m2. Tubuh candi berdiri diatas batur setinggi sekitar 1 m. Di sisi barat terdapat tangga menuju pintu masuk ke ruangan kecil dalam tubuh candi. Pintu candi dilengkapi dengan semacam bilik penampil yang menjorok keluar sekitar 1 m dari tubuh candi. 

b.      Candi Semar

Candi ini letaknya berhadapan dengan Candi Arjuna. Denah dasarnya berbentuk persegi empat membujur arah utara-selatan. Batur candi setinggi sekitar 50 cm, polos tanpa hiasan.

Tangga menuju pintu masuk ke ruang dalam tubuh candi terdapat di sisi timur. Pintu masuk tidak dilengkapi bilik penampil. Ambang pintu diberi bingkai dengan hiasan pola kertas tempel dan kepala naga di pangkalnya. Di atas ambang pintu terdapat Kalamakara tanpa rahang bawah.

c.       Candi Puntadewa

Ukuran Candi Puntadewa tidak terlalu besar, namun candi ini tampak lebih tinggi. Tubuh candi berdiri di atas batur bersusun setinggi sekitar 2,5 m. Tangga menuju pintu masuk ke dalam ruang dalam tubuh candi dilengkapi pipi candi dan dibuat bersusun dua, sesuai dengan batur candi.

Atap candi mirip dengan atap Candi Sembadra, yaitu berbentuk kubus besar. Puncak atap juga sudah hancur, sehingga tidak terlihat lagi bentuk aslinya. Di keempat sisi atap juga terdapat relung kecil seperti tempat menaruh arca. Pintu dilengkapi dengan bilik penampil dan diberi bingkai yang berhiaskan motif kertas tempel.

d.      Candi Sembrada

Batur candi setinggi sekitar 50 cm dengan denah dasar berbentuk bujur sangkar. Di pertengahan sisi selatan, timur dan utara terdapat bagian yang menjorok keluar, membentuk relung seperti bilik penampil. Pintu masuk terletak di sisi barat dan, dilengkapi dengan bilik penampil. Adanya bilik penampil di sisi barat dan relung di ketiga sisi lainnya membuat bentuk tubuh candi tampak seperti poligon.

e.       Candi Srikandi

Candi ini terletak di utara Candi Arjuna. Batur candi setinggi sekitar 50 cm dengan denah dasar berbentuk kubus. Di sisi timur terdapat tangga dengan bilik penampil. Pada dinding utara terdapat pahatan yang menggambarkan Wisnu, pada dinding timur menggambarkan Syiwa dan pada dinding selatan menggambarkan Brahma. Sebagian besar pahatan tersebut sudah rusak. Atap candi sudah rusak sehingga tidak terlihat lagi bentuk aslinya.

f.       Candi Sari

Candi Sari adalah candi Buddha yang berada tidak jauh dari Candi Sambi SariCandi Kalasandan Candi Prambanan, yaitu di bagian sebelah timur laut dari kota Yogyakarta, dan tidak begitu jauh dari Bandara Adisucipto. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-8 dan ke-9 pada saat zaman Kerajaan Mataram Kuno dengan bentuk yang sangat indah. Pada bagian atas candi ini terdapat 9 buah stupa seperti yang nampak pada stupa di Candi Borobudur, dan tersusun dalam 3 deretan sejajar.

Bentuk bangunan candi serta ukiran relief yang ada pada dinding candi sangat mirip dengan relief di Candi Plaosan. Beberapa ruangan bertingkat dua berada persis di bawah masing-masing stupa, dan diperkirakan dipakai untuk tempat meditasi bagi para pendeta Buddha (bhiksu) pada zaman dahulunya. Candi Sari pada masa lampau merupakan suatu Vihara Buddha, dan dipakai sebagai tempat belajar dan berguru bagi para bhiksu.

g.      Candi Mendut

Candi Mendut adalah sebuah candi bercorak Buddha. Candi yang terletak di Jalan Mayor Kusen Kota MungkidKabupaten MagelangJawa Tengahini, letaknya berada sekitar 3 kilometer dari candi Borobudur.

Candi Mendut didirikan semasa pemerintahan Raja Indra dari dinasti  Syailendra. Di dalam prasasti Karang tengah yang bertarikh 824 Masehi, disebutkan bahwa raja Indra telah membangun bangunan suci bernama wenuwana yang artinya adalah hutan bambu. Oleh seorang ahli arkeologi Belanda bernama J.G. de Casparis, kata ini dihubungkan dengan Candi Mendut.

 

C.    Kerajaan Medang

Kerajaan Medang (atau sering juga disebut Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Para raja kerajaan ini banyak meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta membangun banyak candi baik yang bercorak Hindu maupun Buddha. Kerajaan Medang akhirnya runtuh pada awal abad ke-11.

1.      Awal berdirinya kerajaan

Prasasti Mantyasih tahun 907 atas nama Dyah Balitung menyebutkan dengan jelas bahwa raja pertama Kerajaan Medang (Rahyang ta rumuhun ri Medang ri Poh Pitu) adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.

Sanjaya sendiri mengeluarkan prasasti Canggal tahun 732, namun tidak menyebut dengan jelas apa nama kerajaannya. Ia hanya memberitakan adanya raja lain yang memerintah pulau Jawa sebelum dirinya, bernama Sanna. Sepeninggal Sanna, negara menjadi kacau. Sanjaya kemudian tampil menjadi raja, atas dukungan ibunya, yaitu Sannaha, saudara perempuan Sanna.

Sanna, juga dikenal dengan nama "Sena" atau "Bratasenawa", merupakan raja Kerajaan Galuh yang ketiga (709 - 716 M). Bratasenawa alias Sanna atau Sena digulingkan dari tahta Galuh oleh Purbasora (saudara satu ibu Sanna) dalam tahun 716 M. Sena akhirnya melarikan diri ke Pakuan, meminta perlindungan pada Raja Tarusbawa. Tarusbawa yang merupakan raja pertama Kerajaan Sunda (setelah Tarumanegara pecah menjadi Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh) adalah sahabat baik Sanna. Persahabatan ini pula yang mendorong Tarusbawa mengambil Sanjaya menjadi menantunya. Sanjaya, anak Sannaha saudara perempuan Sanna, berniat menuntut balas terhadap keluarga Purbasora. Untuk itu ia meminta bantuan Tarusbawa (mertuanya yangg merupakan sahabat Sanna). Hasratnya dilaksanakan setelah menjadi Raja Sunda yang memerintah atas nama isterinya. Akhirnya Sanjaya menjadi penguasa Kerajaan Sunda, Kerajaan Galuh dan Kerajaan Kalingga (setelah Ratu Shima mangkat). Dalam tahun 732 M Sanjaya mewarisi tahta Kerajaan Mataram dari orangtuanya. Sebelum ia meninggalkan kawasan Jawa Barat, ia mengatur pembagian kekuasaan antara puteranya, Tamperan, dan Resi Guru Demunawan. Sunda dan Galuh menjadi kekuasaan Tamperan, sedangkan Kerajaan Kuningan dan Galunggung diperintah oleh Resi Guru Demunawan, putera bungsu Sempakwaja.

Kisah hidup Sanjaya secara panjang lebar terdapat dalam Carita Parahyangan yang baru ditulis ratusan tahun setelah kematiannya, yaitu sekitar abad ke-16.

2.      Daftar nama raja

Apabila teori Slamet Muljana benar, maka daftar raja-raja Medang sejak masih berpusat di Bhumi Mataram sampai berakhir di Wwatan dapat disusun secara lengkap sebagai berikut:

Candi Prambanan dari abad ke-9, terletak di Prambanan, Yogyakarta, dibangun antara masa pemerintahan Rakai Pikatan dan Dyah Balitung.

1.      Sanjaya, pendiri Kerajaan Medang
2.      Rakai Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa Syailendra
3.      Rakai Panunggalan alias Dharanindra
4.      Rakai Warak alias Samaragrawira
5.      Rakai Garung alias Samaratungga
6.      Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, awal kebangkitan Wangsa Sanjaya
7.      Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala
8.      Rakai Watuhumalang
9.      Rakai Watukura Dyah Balitung
10.  Mpu Daksa
11.  Rakai Layang Dyah Tulodong
12.  Rakai Sumba Dyah Wawa
13.  Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur
14.  Sri Lokapala suami Sri Isanatunggawijaya
15.  Makuthawangsawardhana
16.  Dharmawangsa Teguh, Kerajaan Medang berakhir

Pada daftar di atas hanya Sanjaya yang memakai gelar Sang Ratu, sedangkan raja-raja sesudahnya semua memakai gelar Sri Maharaja.

5.      Struktur pemerintahan

Raja merupakan pemimpin tertinggi Kerajaan Medang. Sanjaya sebagai raja pertama memakai gelar Ratu. Pada zaman itu istilah Ratubelum identik dengan kaum perempuan. Gelar ini setara dengan Datu yang berarti "pemimpin". Keduanya merupakan gelar asli Indonesia.

Ketika Rakai Panangkaran dari Wangsa Sailendra berkuasa, gelar Ratu dihapusnya dan diganti dengan gelar Sri Maharaja. Kasus yang sama terjadi pada Kerajaan Sriwijaya di mana raja-rajanya semula bergelar Dapunta Hyang, dan setelah dikuasai Wangsa Sailendra juga berubah menjadi Sri Maharaja.

Pemakaian gelar Sri Maharaja di Kerajaan Medang tetap dilestarikan oleh Rakai Pikatan meskipun Wangsa Sanjaya berkuasa kembali. Hal ini dapat dilihat dalam daftar raja-raja versi Prasasti Mantyasih yang menyebutkan hanya Sanjaya yang bergelar Sang Ratu.

Jabatan tertinggi sesudah raja ialah Rakryan Mahamantri i Hino atau kadang ditulis Rakryan Mapatih Hino. Jabatan ini dipegang oleh putra atau saudara raja yang memiliki peluang untuk naik takhta selanjutnya. Misalnya, Mpu Sindok merupakan Mapatih Hino pada masa pemerintahan Dyah Wawa.

Jabatan Rakryan Mapatih Hino pada zaman ini berbeda dengan Rakryan Mapatih pada zaman Majapahit. Patih zaman Majapahit setara dengan perdana menteri namun tidak berhak untuk naik takhta.

Jabatan sesudah Mahamantri i Hino secara berturut-turut adalah Mahamantri i Halu dan Mahamantri i Sirikan. Pada zaman Majapahit jabatan-jabatan ini masih ada namun hanya sekadar gelar kehormatan saja. Pada zaman Wangsa Isana berkuasa masih ditambah lagi dengan jabatan Mahamantri Wka dan Mahamantri Bawang.

Jabatan tertinggi di Medang selanjutnya ialah Rakryan Kanuruhan sebagai pelaksana perintah raja. Mungkin semacam perdana menteri pada zaman sekarang atau setara dengan Rakryan Mapatih pada zaman Majapahit. Jabatan Rakryan Kanuruhan pada zaman Majapahit memang masih ada, namun kiranya setara dengan menteri dalam negeri pada zaman sekarang.

6.      Keadaan penduduk

Temuan Wonoboyo berupa artifak emas menunjukkan kekayaan dan kehalusan seni budaya kerajaan Medang.

Penduduk Medang sejak periode Bhumi Mataram sampai periode Wwatan pada umumnya bekerja sebagai petani. Kerajaan Medang memang terkenal sebagai negara agraris, sedangkan saingannya, yaitu Kerajaan Sriwijayamerupakan negara maritim.

Agama resmi Kerajaan Medang pada masa pemerintahan Sanjaya adalah Hindu aliran Siwa. Ketika Sailendrawangsaberkuasa, agama resmi kerajaan berganti menjadi Buddha aliran Mahayana. Kemudian pada saat Rakai Pikatan dari Sanjayawangsa berkuasa, agama Hindu dan Buddha tetap hidup berdampingan dengan penuh toleransi.

BAB III
KESIMPULAN

Kalingga atau Ho-ling (sebutan dari sumber Tiongkok) adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu yang muncul di Jawa Tengah sekitar abad ke-6 masehi. Letak pusat kerajaan ini belumlah jelas, kemungkinan berada di suatu tempat antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Jepara sekarang. Sumber sejarah kerajaan ini masih belum jelas dan kabur, kebanyakan diperoleh dari sumber catatan China, tradisi kisah setempat, dan naskah Carita Parahyangan yang disusun berabad-abad kemudian pada abad ke-16 menyinggung secara singkat mengenai Ratu Shima dan kaitannya dengan Kerajaan Galuh. Kalingga telah ada pada abad ke-6 Masehi dan keberadaannya diketahui dari sumber-sumber Tiongkok.

Kerajaan Mataram Kuno diperkirakan berada di wilayah aliran sungai-sungai Bogowonto, Progo, Elo, dan Bengawan Solo di Jawa Tengah. Keberadaan kerajaan ini dapat diketahui dari Prasasti Canggal. Prasasti berangka tahun 732 Masehi ini menyebutkan bahwa kerajaan itu pada awalnya dipimpin oleh Sana. Setelah kematiannya, tampuk kekuasaan dipegang oleh keponakannya, Sanjaya.

Pada masa pemerintahan Sri Maharaja Rakai Panangkaran berdiri pula sebuah dinasti baru di Jawa Tengah, yaitu Dinasti Syailendra yang beragama Budha. Perkembangan kekuasaan dinasti tersebut di bagian selatan Jawa Tengah menggeser kedudukan Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu hingga ke bagian tengah Jawa Tengah.

Akhirnya, untuk memperkuat kedudukan masing-masing, kedua dinasti itu sepakat bergabung. Caranya adalah melalui pernikahan antara Raja Putri Pramodharwani dari pihak Syailendra dengan Rakai Pikatan dari dinasti saingannya.

Kerajaan Medang (atau sering juga disebut Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Para raja kerajaan ini banyak meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta membangun banyak candi baik yang bercorak Hindu maupun Buddha. Kerajaan Medang akhirnya runtuh pada awal abad ke-11.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Medang
http://diahnfadhilah.blogspot.com/2014/06/makalah-kerajaan-mataram-kuno.html
http://hibbanurcholis.blogspot.com/2013/09/makalah-kerajaan-kalingga.html

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Indonesiamulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddhaberkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawaterkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien.
Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, yaitu kerajaan Tarumanagarayang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16
Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijayadan Majapahit. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I-Tsingmengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Tengahdan Kamboja. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindudi Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada, berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan pembentukan kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.
Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke-12, melahirkan kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang ekspansionis, seperti Samudera Pasai di Sumatera dan Demakdi Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit, sekaligus menandai akhir dari era ini.
B.     Rumusan Masalah
1.      Kerajaan Kalingga
2.      Kerajaan Mataram Kuno
3.      Kerajaan Medang Kamungan
C.    Tujuan
Untuk mengetahui dan mempelajari jenis jenis sejarah kerajaan di Indonesia

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MAKALAH KERJAAN KALINGA"

Post a Comment

/* script Youtube Responsive */